Sabtu, 26 Maret 2011

GLUKOSA,fruktosa, dan galaktosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.

Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026% pada pH 7.
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana dalam biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (‘’peripheral neuropathy’’), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.

Bentuk rantai D-Glukosa.
Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan energi, terutama dalam bentuk ATP. Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida.
Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida).
Dekstrosa terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Dalam kasus yang sama D-fruktosa disebut "levulosa" karena larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kiri.

Isomerisme


Glukosa berubah dari proyeksi Fischer ke proyeksi Haworth.
Gula terdapat dalam dua enantiomer ( isomer cermin), D-glukosa dan L-glukosa, tapi pada organisme, yang ditemukan hanya isomer D-isomer. Suatu karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan dengan konformasi isomerik pada karbon 5. Jika berada di kanan proyeksi Fischer, maka bentuk cincinnya adalah enantiomer D, kalau ke kiri, maka menjadi enantiomer L. Sangat mudah diingat, merujuk pada D untuk "dextro”, yang merupakan akar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan L untuk "levo" yang merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya sendiri dapat terbentuk melalui dua cara yang berbeda, yang menghasilkan glukosa-α (alfa) jeungt β (beta). Secara struktur, glukosa-α jeung -β berbeda pada gugus hidroksil yang terikat pada karbon pertama pada cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil "di bawah" hidrogennya (sebagaimana molekul ini biasa digambarkan, seperti terlihat pada gambar di atas), sedangkan bentuk β gugus hidroksilnya berada "di atas" hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian sepanjang waktu dalam larutan air, hingga mencapai nisbah stabil α:β 36:64, dalam proses yang disebut mutarotasi yang dapat dipercepat.


Sintesis
1. sebagai hasil fotosintesis pada tumbuhan dan beberapa prokariota.
2. terbentuk dalam hati dan otot rangka dari pemecahan simpanan glikogen (polimer glukosa).
3. disintesis dalam hati dan ginjal dari zat antara melalui proses yang disebut glukoneogenesis.
Peran dalam metabolisme
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi lain, glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada glukosa.
Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang menyimpannya sebagai lemak. Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi cadangan, lemak tak pernah secara langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa, gula lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, yang mengkonversinya menjadi glukosa.

Fruktosa
adalah sejenis monosakarida yang wujud dalam buah-buahan, madu dan gula. Ia juga disebut sebagai levulosa kerana ia memutarkan cahaya terkutub-satah ke sebelah kiri. Fruktosa adalah pentahidroksiketon.
Fruktosa bertindak sebagai penurun kepada bahan uji Tollen dan Benedict.


Galaktosa adalah diastereomer daripada glukosa iaitu suatu pentahidroksiheksanal. Sebagai diastereomer daripada glukosa, banyak daripada ciri-ciri kimianya menyerupai glukosa.

FARMASI

Farmasi (Inggris: pharmacy, Yunani: pharmacon, yang berarti: obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal dari kata farma (pharma). Farma merupakan istilah yang dipakai di tahun 1400 - 1600an.
Institusi farmasi Eropa pertama kali berdiri di Trier, Jerman, pada tahun 1241 dan tetap eksis sampai dengan sekarang.
Farmasis (apoteker) merupakan gelar profesional dengan keahlian di bidang farmasi. Farmasis biasa bertugas di institusi-institusi baik pemerintahan maupun swasta seperti badan pengawas obat/makanan, rumah sakit, industri farmasi, industri obat tradisional, apotek, dan di berbagai sarana kesehatan.

ANALISIS KAFEIN

PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN
DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (HPLC)


TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui prinsip dasar analisa sampel dengan alat HPLC
2. mampu menentukan kadar kafein dari suatu sampel

TEORI SINGKAT
Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat memisahkan setiap komponen dalam suatu campuran. Pemisahan ini didasarkan pada perbedaan migrasi setiap komponen yang disebabkan karena perbedaan sifat interaksi dari setiap komponen pada fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase geraknya metoda kromatografi cair dan kromatografi gas. Salah satu contoh dari pengembangan metode kromatografi cair dalam HPLC (High Performance Liquid Chromatgraphy) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
HPLC didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukurannya sempit (kolom) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relatif singkat.
Resolusi adalah pengukuran secara fisik suatu pemisahan. Resolusi dapat ditingkatkan dengan mengoptimasi perameter –perameter HPLC yaitu retensi, selektivitas, dan evisiensi. Secara praktis parameter-parameter tersebut dapat dioptimalkan dengan mengubah:
1. komposisi dari fase gerak
2. laju alir
3. sifat kimia dari fase gerak
4. jenis kolom
Metode HPLC dapat digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisa kualitatif dengan membandingkan kromatografi sampel dengan kromatogram baku pembanding berdasarkan waktu retensinya. Sedangkan untuk analisa kuantitatif dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
Cx = Ax / Ap x Cp
Keterangan:
Cx = Konsentrasi sampel
Ax = Peak area sampel (Luas puncak)
Ap = Peak area pembanding (Luas puncak)
Cp = Konsentrasi pembanding
ALAT DAN BAHAN
Alat:
a. HPLC Series 200 dengan detektor UV 275 nm Perkin Elmer
b. Kolom C 18 (non-polar)
c. Corong pisah
d. Gelas ukur 50 ml
e. Pipet ukur 10 ml
f. Corong + kertas saring
g. Vial
h. Mikro pipet + tip
i. Sarung tangan
Bahan:
a. Kafein standar
b. Minuman berkafein
c. Diklorometana (CH2Cl2)
d. 1,5 ml pelarut (asam asetat 70% dan metanol 30%) pada fase gerak

PROSEDUR KERJA
Larutan sampel:
1. siapkan minuman (sampel) yang akan diuji kadar kefeinnya
2. lalu ambil 25 ml larutan sampel, masukan kedalam corong pisah
3. encerkan dengan diklorometana sebanyak 25 ml (tujuannya untuk mengikat kafein pada sampel) lalu dikocok-kocok (untuk membuang gas yang ada pada campuran sampel)
4. kemudian aerasikan selama 15 menit
5. lalu ambil 1 ml sampel yang sudah disaring, masukan kedalam vial
6. tentukan kadar kafein dalam sampel dengan HPLC
Kinerja HPLC:
1. masukan vial yang berisi sampel kedalam Autosampler untuk diijneksi
2. kemudian sampel dibawa oleh fase gerak menuju kolom (C18)
3. pada kolom akan terjadi interaksi secara kerekteristik
4. sampel yang melewati kolom akan dibawa ke detektor
5. lalu dibaca oleh rekorder
6. lalu akan didapatkan hasil yang bisa dilihat pada layar komputer

HASIL PERCOBAAN
Kadar kafein yang tertera pada label sampel adalah 50 mg/175ml:
ppm = 50 mg / 0,175 L
= 285,71 mg/L
Kadar kafein hasil analisis:
Cx = Ax / Ap x Cp
= 3285717,98 / 2700210,92 x 200 ppm
= 243, 36 ppm

KESIMPULAN
Berdasarkan data analisis dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sampelminuman pada label (285,71 ppm) berbeda dengan konsentrasi hasil analisis (243,36 ppm).

Analisa Protein

A. Fungsi Protein
o Zat pembentuk sel baru
o Zat penyusun sel seperti; nukleoprotein, enzim, hormon, antibodi, dan kontraksi
o Zat pengganti sel rusak
o Sumber energi (4 kkal/gram)
B. Pengertian
o Polimer dengan asam amino sebagai monomer-monomernya.
o Polipeptida rantai panjang dengan salah satu ujungnya berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.
o Makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga kelompok makronutrien.
C. Pengujian
o Kualitatif
1. Biuret
Protein + (CuSO4++NaOH 20 %)  biru lembayung
2. Millon
Protein + Hg2(NO3)2  merah (gugus fenol pada asam amino tirosin)
3. Ninhidrin
Protein + pereaksi ninhidrin  biru lembayung
o Kuantitatif
1. Volumetri
- Kjeldahl
Mengukur kadar protein total berdasarkan jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel  cocok untuk protein tak larut atau terkoagulasi akibat pemanasan dalam pengolahan.
Prinsipnya ialah melakukan tiga tahap pengujian, yaitu :
- Destruksi : mengubah N dalam protein menjadi (NH4) 2SO4
- Destilasi : memecah (NH4)2SO4  NH3 ditangkap oleh asam
- Titrasi : mengukur sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH3
Kadar protein akhir dihitung berdasarkan rumus sbg berikut :
= V NaOH (blanko) – V NaOH (sampel) x N NaOH x 14,008 x 100% Fk
sampel (mg)
- Titrasi Formol
Gugus amina diikat oleh formaldehid, sehingga protein menjadi bersifat asam  dapat dititrasi menggunakan basa NaOH  cocok untuk produk susu.
2. Gasometri
Protein + asam nitrit menghasilkan gas N2  dimurnikan dengan kalium permanganat kemudian dapat diukur volumenya dalam satu tempat tertentu. Metode ini lebih selektif daripada metode Kjeldahl disebabkan hanya bereaksi dengan gugus amin alifatik primer saja.
3. Spektrometri
Metode ini tepat digunakan untuk sampel yang mengandung protein terlarut, seperti pada produk-produk hasil ternak (telur dan daging) serta biji-bijian yang belum mengalami perubahan akibat pemanasan/pengolahan. Ada dua jenis sinar yang digunakan dalam metode ini, yaitu menggunakan sinar UV atau sinar tampak (visibel). Adanya gugus aromatik pada asam-asam amino seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dapat menangkap sinar UV. Adapun jika menggunakan sinar tampak, maka terlebih dahulu diperlukan penambahan pereaksi, seperti tiga (3) macam reaksi berikut :
- Metode Biuret
Reaksi antara ikatan peptida dalam protein dengan logam Cu pada suasana basa menghasilkan komplek warna biru yang dapat diukur secara spektrofotometri pada λ 540 – 560 nm. Metode ini tepat untuk produk tepung-tepungan, gandum, darah, dan anggur.
- Metode Folin Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosmolibdat dan asam fosfotungsat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan menghasilkan molibdenum warna biru yang dapat diukur secara kolorimetri/ spektrofotometri. Cara ini relatif lebih cepat dan lebih peka, namun warna yang dihasilkan kurang stabil
- Metode Lowry
Metode ini merupakan pengembangan dan penggabungan dari metode Biuret dan metode Folin yang dilakukan oleh Lowry kurang lebih 45 tahun yang lalu. Adanya inti aromatis pada asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin akan mereduksi kedua macam perekasi Lowry A (asam fosfomolibdat : asam fosfotungsat 1:1) menjadi molibdenum yang berwarna biru yang selanjutnya ditambahkan perekasi Lowry B (CuSO4 + Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N + K Na-tatrat 2%) sehingga menghasilkan warna yang lebih stabil dan dapat diukur absorbansinya pada λ 600 nm. Metode ini lebih senditif daripada metode Biuret.
4. Spektrofuorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluorosensi pada λ eksitasi 280 nm dan λ emisi 348 nm. Keuntungan metode ini ialah lebih sensitif daripada menggunakan spektrofotometri UV karena dalam kadar yang lebih kecil mampu membrikan respon yang lebih tajam, serta lebih selektif karena tidak semua senyawa dapat berfluorosensi.
5. Tubidimetri
Metode ini didasarkan pada kekeruhan, dimana protein dalam suatu sampel dapat diendapkan dengan ditambahkan bahan pengendap protein, seperti asam trikloroasetat, kalium feri sianida, dam asam sulfosalisilat. Kurva baku dapat dibuat untuk mengubungkan antara tingkat kekeruhan sampel dengan kadar protein dalam sampel. Semakin tinggi tingkat kekeruhan sampel menunjukan semakin tinggi pula kadar proteinnya. Metode ini jarang dilakukan.
6. Pengikatan Zat Warna
Adanya gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan berlawanan dengan muatan protein membentuk komplek warna yang tak larut. Zat warna yang sering digunakan ialah zat warna asidik seperti Amino Black 10B (λ maks 615 nm) dan Orange G (λ maks 485 nm) karena memiliki 2 gugus –SO3H (negatif) sehingga akan berikatan kuat dengan gugus amina yang bersifat basa dari protein.
7. Kromatografi
- Kromatografi Kertas dan Krom.Lapis Tipis
Metode ini sudah jarang dilakukan dengan ditemukannya metode lain yang lebih peka dan sensitif serta memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi, seperti KCKT dan KG.
- KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode-metode yang telah ada, seperti spektrofotometri UV dan sinar tampak yang tidak mampu mendeteksi asam-asam amino yang tidak memiliki gugus aromatis. Untuk dapat mendeteksinya, diperlukan satu perlakuan tambahan terlebih dahulu, yaitu dengan menderivatisasi menjadi asam-asam amino yang dapat dideteksi (berfluorosen). Oleh karena itu, penting disini ialah pemilihan satu perekasi penderivat, yaitu yang memiliki syarat-syarat minimal, seperti :
- Mampu menghasilkan produk yang dapat ditangkap oleh sinar UV maupun sinar tampak (sepktrofotometri) ataupun dapat membentuk senyawa berfluorosen sehingga dapat diukur dengan spektrofulorometri.
- Mampu menghasilkan produk sebesar mungkin (100%)
- Mampu menghasilkan produk yang stabil selama prose derivatisasi mampun deteksi.
Beberapa pereaksi penderivat yang dapat digunakan, diantaranya ialah PITC (Fenil isotiosianat), BITC (Butil isotiosianat), OPA (o-ftalaldehid), dan AQC (6-aminokuinolil-N-hidroksisuksinimidil-karbamat)
- Kromatografi Gas
Dalam metode ini juga diperlukan satu perlakuan awal untuk menderivatisasi menjadi senyawa yang lebih volatil atau dapat menguap.